Yang belum punya, download sekarang ya! Semenjak itulah Sukiyaki menjadi salah satu lagu Jepang yang terkenal di telinga masyarakat Indonesia zaman sekarang. Berkat kekocakan Kasino tuh! Lagu jepang memang enak di dengar, apalagi yang melegenda, benar2 diputar ulang pun.

Pada awal Perang Dunia II, prajurit Jerman biasa menggunakan ban tebal dari karet hasil modifikasi sendiri untuk menyematkan ranting, daun, rumput dan lain-lain. Selain untuk menyamarkan dengan lingkungan sekitar, sebabnya adalah karena stahlhelm yang dikenakan oleh mereka seringkali memantulkan cahaya matahari dan bahkan cahaya bulan - meskipun sudah mendapat polesan cat 'netral' warna abu-abu - sehingga menyulitkan dalam bersembunyi dan bertahan. Waffenfarbe (warna korps) adalah warna pengenal kesatuan yang digunakan oleh Wehrmacht - kecuali Kriegsmarine - serta Waffen-SS untuk mempermudah identifikasi diantara beberapa cabang kesatuan, korps, kelompok pangkat, dan penugasan yang berbeda. Dalam prakteknya, Waffenfarbe diterapkan dalam warna lis (jahitan pinggir), schulterklappen (tanda pangkat bahu), ringkragen (gorget), lampasse (strip celana), Larisch-Stickerei (ornamen jenderal), kragenspiegel (insignia kerah), dan fahnen (panji/bendera). Empat orang tawanan prajurit Belanda dari 2e Compagnie / eerste Grensbataljon terlihat kelelahan setelah bertempur selama berjam-jam melawan pasukan penyerbu Jerman.

Tmpgenc Mereka terdiri atas, dari kiri ke kanan: Prajurit Martinus Vugteveen, Sipke Beetstra, Barend Schuiling, dan Sersan Klaas van der Baaren. Sang Sersan mengenakan helm M.27, sementara tiga orang anakbuahnya mengenakan helm M.34. Mereka adalah awak dari bunker 3056 yang terletak di jembatan Goseling, pinggir Kanal Lutterhoofdwijk, Drenthe, Belanda.

Di pagi hari tanggal 10 Mei 1940, unit pelopor dari 1. Kavallerie-Division tiba di pinggir jembatan, dan terkejut ketika mendapati bahwa empat 'bijik' penghuni bunker menembaki mereka dengan sengit, serta menolak untuk menyerah meskipun telah terkepung dari segala arah. Akibatnya, tiga skuadron dari Radfahr-Abteilung 1 terpaksa dikerahkan untuk 'melayani' mereka selama hampir empat jam. Setelah keempat prajurit yang kelelahan ini akhirnya menyerah, drama lanjutan kembali terjadi: pihak penyerbu Jerman, yang murka karena perwira kesayangan mereka terbunuh dalam pertempuran tersebut, menginginkan keempat prajurit Belanda ini untuk langsung dieksekusi di tempat, dengan alasan bahwa mereka telah dengan sengaja mengibarkan bendera putih sebagai tipuan, hanya untuk kemudian menembaki perwira Jerman yang datang menghampiri. Untungnya, seorang pemilik penginapan kemudian mengaku bahwa dialah sebenarnya yang mengibarkan sarung bantal berwarna putih saking takutnya melihat kontak senjata, dan bukannya pihak yang bertahan di bunker.

Keterangan ini diperkuat oleh Walikota Coevorden, yang kebetulan ada disitu, yang meyakinkan pihak Jerman bahwa orang-orang di bunker mustahil melihat bendera putih dari lokasi mereka yang terhalang oleh dinding beton. Akhirnya pasukan Jerman membawa keempat orang prajurit gagah berani tersebut ke kamp tawanan. Foto ini sendiri diambil oleh S. Pfitzer, dan kemudian dipublikasikan di majalah 'Die Woche' untuk kepentingan propaganda Sumber: 'May 1940: The Battle for the Netherlands' karya Herman Amersfoort & Piet Kamphuis 'The Dutch Steel Helmet 1916-1946' karya Kevin de Joode. Zehe lalu menemukan pekerjaan di rumah jagal Berlin. Tak lama kemudian dia sudah kembali bertarung di atas ring. Salah satu lawan Zehe di tahun 1947 adalah juara dunia Hans Schwarz Jr., anak dari Hans Schwarz.

Dalam pertandingan ini, Zehe mengalami kekalahan. Pada tahun 1949, berat Zehe naik lagi menjadi 156 kg, sampai akhirnya mencapai puncaknya di tahun 1952 yang mencapai 213,5 kg.